Minggu, 03 Maret 2019

BERSERAHLAH BUKAN MENYERAH


My Note (Monday, May 28 th 2018)
BERSERAHLAH BUKAN MENYERAH
Kondisiku di bulan ini dapat dikatakan tidak begitu bagus. Ada beberapa hal yang membuatku jatuh, membuatku menangis, hingga aku merasa bahwa aku tidak dapat lagi untuk bangkit dan tersenyum . Bagaimana tidak? Saat aku kembali lagi merasakan sakit itu, sakit yang sudah lama tidak kurasakan lagi, dimana dua tahun terakhir ini sakit itu tidak pernah muncul lagi, namun dibulan ini tiba-tiba kembali lagi.
Setiap orang memang berbeda, tidak ada yang sama. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. No body is perfect. Begitulah katanya. Tapi jika kalian saat ini bertanya padaku, apa yang menjadi kelebihanku, mungkin aku akan diam. Dan jika kalian bertanya padaku, apa yang menjadi kekuranganku, dengan cepat hatiku akan menjawab, “penyakit itu”. Saat penyakit itu kembali lagi aku rasakan, saat penyakit itu kambuh, maka tubuh dan pikiranku tidak bisa aku kendalikan. Aku bukan diriku lagi, entah dimana diriku, aku pun tidak tahu . Kambuhnya penyakit itu membuat aku kembali lagi mendengar ucapan mereka, mereka yang memang tidak bisa aku salahkan meski ucapan mereka sangat melukaiku. Harus kuakui ucapan itu sangatlah melukaiku. Beginilah ucapannya, “Padahal dia masih gadis ya, dia manis, dia… tapi dia sakit seperti itu”. Percaya atau tidak saat aku mendengar ucapan itu, aku tidak bisa menahan air mataku ;(.
Aku memang berbeda dari yang lain, aku punya penyakit yang aneh, saat penyakit itu kambuh, mereka akan berkata “dia kesurupan!”. Kambuhnya penyakit itu membuatku ingin menyerah dalam hidup ini . Dalam hatiku aku bahkan berkata, “bukankah sudah lebih baik, kalau aku mati saja?” ;(. Bagaimana tidak aku berkata seperti itu, saat dimana aku merasakan sakit itu, aku juga harus mendengar ucapan mereka yang tadi, ucapan yang menyakitkan .
Saat aku menahan rasa sakit itu, akupun berdiam diri, diam, dan aku bermain di taman hati dan pikiranku sendiri. Hingga hatiku sendiri bicara “mengapa aku harus takut, mengapa aku harus khwatir tentang hidupku, bukankah baik hidup dan mati, aku adalah milik-Nya?”. Kemudian aku hanya berkeyakinan, kalau Dia mengkehendaki aku untuk hidup, maka itu akan terjadi. Dan puji Tuhan, sampai saat ini aku masih bisa merasakan nafas kehidupan yang dari pada_Nya.
Harus kuakui, bahwa memang sering kali aku ingin menyerah saat penyakit itu kambuh. Namun dengan cepat juga datang bisikan “jika sampai saat ini Tuhan masih mengizinkanmu hidup, itu berarti Tuhan masih sedang menjalankan rencana-Nya atas hidupmu”. Lalu, mengapa aku harus bimbang? Bimbang akan kesembuhan penyakit itu?.
Tuhan tak pernah janji langit selalu biru
Tetapi Dia berjanji selalu menyertai
Tuhan tak pernah janji jalan selalu rata
Tetapi Dia berjanji berikan kekuatan…
          Jangan pernah menyerah, jangan berputus asa
          Mujizat Tuhan ada, Saat hati menyembah
          Jangan pernah menyerah, jangan berputus asa
Mujizat Tuhan ada, bagi yang setia dan percaya…
Bukankah begitu?. Jadi, terlepas dari apapun yang saya alami dalam hidup ini, terlepas dari apapun yang anda alami, apapun juga yang menjadi pergumulanku, dan juga anda, berserahlah bukan menyerah. Jesus bless us

KETIKA S.Pd MENJADI SPG


My Note (Monday, April  30th 2018)
KETIKA S.Pd MENJADI SPG
          Hari ini adalah hari yang terasa begitu aneh bagiku.. teras aneh, namun bukan berarti aku tidak bersyukur untuk hari ini ya.. :D. Hari ini ada satu kalimat seseorang yang begitu menggelitik bagiku. Lebih tepatnya suatu perkataan kali ya.., atau mungkin lebih cocok kalau aku menyebutnya kata-kata mutiara? Oh tidak.. itu mungkin tidak bisa atau bahkan tidak seharusnya disebut sebagai “kata-kata mutiara”. Tapi terlepas dari apapun seharusnya aku menyebut atau menamainya, bagiku perkataan itu cukup menggertak pikiranku, dan bahkan hatiku. Menggelitik, miris, bahkan …. Ah sudahlah, saat ini aku memilih untuk menuangkannya dalam catatanku hari ini.
          “Ketika S.Pd menjadi SPG”. Begitulah perkataannya. Apa yang anda pikirkan setelah mendengar kalimat itu?. Apakah anda sudah pernah mendengarnya sebelumnya? Bagaimana ekspresi anda setelah mendengar kata-kata itu? atau bagi anda yang  sama sekali belum pernah mendengarnya, bahkan ini baru  pertamakalinya setelah membacanya di tulisan ini?  Mungkinkah yang kita rasakan sama?
          Bagi orang yang menggeluguti bidang pendidikan, misalnya seseorang yang menimba ilmu di bidang pendidikan/keguruan (seperti saya ini :D) perkataan di atas sudah pasti menggelitik bagi anda, menggelitik bagi kita. Bagaimana tidak? Karena secara tidak langsung, kita akan mengaitkannya dengan diri kita sendiri. Mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi? Bahkan telebih lagi kalau kemudian muncul pertanyaan di benak kita, “akankah hal itu terjadi juga pada saya?”
          Sebelumnya saya akan bercerita dulu, bagaimana saya bisa mendengar kalimat ini “ketika S.Pd menjadi SPG”. Beginilah ceritanya. Tadi siang, saya dengan  seorang teman saya mengantarkan lamarannya ke “Matahari”. Kita pasti sudah tahu kan, kalau disebut “Matahari” kira-kira bekerja sebagai apa di sana? ;). Teman yang saya maksudkan adalah teman dekat saya. Lebih tepatnya lagi saya akan menyebutnya sebagai teman seperjuangan, karena kami sama-sama menimba ilmu di bidang kependidikan alias keguruan. Dengan kata lain kami adalah calon S.Pd :D. Saya tidak akan membahas apa yang menjadi motif teman saya mengajukan lamaran kerja ke sana, meskipun saat ini kami aktif kuliah. Karena saya rasa, itu merupakan privasi dia. Tapi saya sangat tertarik dan ingin membagikan apa yang saya rasakan ketika di siang tadi seorang kakak yang telah bekerja di Matahari melontarkan kalimat menggelitik tadi. Bagaimana tidak? Ternyata kakak itu adalah senioran kami (jurusan kependidikan :D) artinya, kakak itu adalah seseorang yang menyandang gelar S.Pd namun bekerja sebagai SPG.
          Pendek cerita, setelah kami berbasa basi, kakak ini mengungkapkan beberapa alasannya, mengapa kakak ini bisa bekerja sebagai SPG dengan gelar yang disandangnya adalah S.Pd. Satu alasan yang begitu melekat di pikiran saya adalah “saya pernah ngajar (menggunakan gelar S.Pd) namun gaji yang saya dapat hanya Rp450.000 per bulan, kemudian saya memutuskan untuk melemparkan lamaran di sini, dan diterima. Gaji di sini bukan gaji yang kecil loh dek, apalagi kalau dibandingkan dengan gaji ngajar”. Begitulah kira-kira kalimat yang diucapkannya.
          Seusai perbincangan kami, saya kemudian bermain di taman pikiran saya sendiri. Bahkan  hal ini berlanjut sampai ketika saya mengikuti perkuliahan di kelas (yang dimulai pukul 16.20). Betapa mirisnya ternyata nasib para penyandang gelar S.Pd. Lalu kemudian saya bertanya dalam hati sendiri “kalau pada kenyataannya si penyandang gelar S.Pd sudah banyak yang kecarian tempat/lapangan kerja sesuai dengan bidangnya (tentunya dengan harapan imbalan yang sesuai), lalu mengapa di lapangan pendidikan (sekolah) banyak juga yang mengajar tanpa gelar kependidikan? (alias tanpa menyandang gelar S.Pd?”. Bukankah ini namanya “terlalu dikasih kelonggaran dalam hal menjadi guru?” yang pada akhirnya menyebabkan semakin membludaknya penyandang S.Pd yang bekerja tidak sesuai bidangnya? kalau saja seandainya hal ini bisa dipangkas, tidakkah hal itu akan lebih bagus? Baik bagi sipenyandang gelar S.Pd maupun bagi anak-anak yang dididik? Bukankah ilmu mendidik itu diperoleh dari pendidikan keguruan?, bukankah profesi guru itu, adalah profesi yang membutuhkan keahlian?. Atau, apakah mereka yang menyandang gelar S.Pd ternyata tidak sepenuhnya memberikan hatinya untuk menjadi penyandang S.Pd? sehingga mereka yang bukan penyandang S.Pd lebih berkualitas daripada penyandang S.Pd?
          Terlepas dari apapun yang menjadi alasan di balik semua itu, mengapa pada kenyataannya, yang terjadi seolah menjadi terbalik, saya sangat berharap saya nantinya tidak akan mengalami seperti yang dialami kakak tadi (Amin dalam nama Yesus ). Atau siapapun kita yang benar-benar merindukan menjadi seseorang yang terjun dalam dunia pendidikan terutama menjadi guru, tidak akan mengalami seperti yang dialami kakak tadi (Amin… ). Kita juga pastinya berharap adanya perhatian lebih untuk mereka yang bisa menjadi guru tanpa menyandang gelar kependidikan. Yang artinya, mudah-mudahan hal ini bisa diminimalisir sebisa mungkin, atau jika bisa dihapuskan. Biarlah mereka yang memang sudah dipersiapkan terjun ke dunia pendidikan, mengambil bagian untuk itu. 

Pesan Ibu Pertiwi..

PESAN IBU PERTIWI... Dia adalah alam… Alam kita... Kita bertumbuh di sana. Kita terlahir berbeda-beda. Tapi jangan lupa, Ibu kita sam...